Menanti Result Akhir

Bismillahirrahmanirrahim . . .
Dear, My WP!

Alhamdulillah, kesehatanku semakin membaik. 🙂

Tapi aku deg-degan menanti hasil ujian sebab ini titik akhir, apakah aku layak menjadi sarjana tahun ini.

Semoga iya! Layak!

Besok aku akan mencoba kontrol ke ruangan duktrah Rauhiyah. Semoga beliau ada.

Semoga aku dan teman-teman lulus tahun ini dan ilmu kami bermanfaat lagi Allah berkahi.

Aamieeeen.

Mohon doanya ya pembaca sekalian.

Jazakumullah khairaaaaan! 🙂

NENEK dari RUSIA TERBANG ke AL AZHAR

Nah, teman2, sekarang saya akan mengisahkan tentang seorang teman  yang berasal dari Rusia.

Beliau kami panggil Ummu Aisyah. Saya mengenal beliau sejak semester 6 dan mulai dekat saat semester 7 karena satu kelompok belajar.

Dari fisiknya saya tahu bahwa Ummu Aisyah tidaklah muda lagi. Awalnya, saya memperkirakan usia beliau 30-40 tahunan. Namun karena penasaran akhirnya saya bertanya juga. Saya bertanya berapa umur anak pertama beliau (Aisyah) dan beliau pun menjawab 30 tahun. Masya Allah, saya takjub!

“Saya telah mempunyai banyak cucu”, jelas beliau. Tentu saya semakin terkaget-kaget. Dan saya kembali bertanya, “Jadi umur Anda berapa?”. “57 tahun”, jawab beliau. Masya Allah!!!
35 tahun perbedaan usia beliau dan usia saya.

“Dalam Islam tidak ada larangan usia dalam menuntut ilmu bukan?!”, seru beliau. “Tentu! Namun saya takjub, dimana banyak pemuda-pemudi yang malas belajar akantetapi Anda masih begitu semangat menuntut ilmu”, terangku.

Beliau pun bercerita sewaktu muda anak-anak membutuhkan beliau dan ketika mereka mulai menikah serta mempunyai anak disitulah kesempatan beliau untuk belajar di Al Azhar.

Ummu Aisyah juga bercerita bagaimana kesulitan beliau memperdalam Islam di Rusia. “Hingga 20 tahun saya tidak bisa membedakan bacaan ‘A’ dan ‘Al’ (bahasa Arab)”, ungkapnya.

Melihat semangat dan kesungguhan beliau saya teringat akan hadis Rasulullah, “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahat”.

Semoga kita mampu mengikuti jejak nenek dari Rusia ini.
Terus semangat belajar walau usia tak lagi muda, meski tubuh telah renta.

Allahu Akbar!!!

Holiday? What U Do?!

Assalamu’alaikum.
Selamat pagi teman2 pembaca sekalian.

Ini pagi pertama setelah ujian terakhir di semester 7. Alhamdulillah, semester ini bisa dilewati dengan baik. Saya sangat benar-benar menikmati belajar disini. 🙂

Yey, libur semesteran sudah tiba.
Saya berusaha mengisi jadwal liburan ini dengan hal-hal yang bermanfaat, berusaha menghindari tidur-tiduran di balik hangatnya selimut. Hehehe

Nah, judul tulisan ini adalah menyangkut tujuan hidup.
Apa hubungannya?!
Hahahaha. Maaf, kelihatannya seperti out of the topic. Tapi mari kita berpikir bersama, jika kita tidak memiliki tujuan dalam hidup maka apa yang kita lakukan akan menjadi hal yang sia-sia.

Liburan adalah bagian dari kehidupan jadi ayo isi liburan dengan kegiatan positif. Karena tujuan dari liburan bukan sekedar refreshing, duduk santai di rumah tapi memberikan kesempatan bagi kita untuk melakukan aktifitas di luar rutinitas.

Oke, kita pasti sudah sering mendengar kata-kata ini: “Jika kita tidak sibuk dalam kebaikan maka kemaksiatan yang akan menyibukkan kita”. Na’udzubillah

So, selamat menikmati liburan dengan sesuatu yang baru yang meningkatkan wawasanku dan wawasanmu! 🙂

Islamic Mission; My new dorm

image

Ta-da!
Welcome to our Islamic Mission!

Alhamdulillah, sudah 5 bulan saya tinggal di asrama Al Azhar ini. Sungguh, karunia Allah begitu besar hingga saya bisa menjadi salah satu penghuni di Madinah Bu’ust.

Nanti saya ceritakan ya bagaimana prosesnya masuk ke asrama untuk pelajar asing ini.

See u next time!
Tomorrow, examination.
Please, pray 4 me! 🙂

With a New Galaxy Note

Alhamdulillah,
setelah beberapa lama tidak menulis di blog ini akhirnya saya kembali.

Alhamdulillah,
setelah mendapatkan galaxy note baru dari ayah saya tak perlu repot lagi untuk memposting tulisan lewat komputer. Cukup disini, di smartphone.

Semoga dengan adanya Note ini saya semakin semangat menulis, semangat menebar kebaikan ke penjuru dunia. Ya, semoga!

Tajwid; Ilmu dan Amal

Setelah sekian lama tidak menulis note disini, akhirnya saya kembali dengan cerita baru, komunitas baru dan pengalaman baru yang tak kalah seru serta bertabur ilmu. Pertengahan Juli lalu saya bergabung dengan sebuah komunitas yang bernama IAC (Indonesian Al Quran Community) yang dipimpin oleh Ustadz Khanova Maulana, Lc pemilik sanad Al Quran ke-28 hingga Rasulullah SAW dan sanad Tajwid ke-11 hingga ibnu Al Jazari. Dari namanya saja dapat kita tebak bahwa komunitas ini berhubungan dengan Al Quran, kitab suci serta pedoman hidup umat Islam. Saya merasa beruntung karena Allah takdirkan berada disini karena sesuai dengan apa yang Rasul sabdakan, “Sebaik-sebaik dari kalian adalah yang belajar dan mengajarkan Al Quran.”

 

Oke, saya belum menjelaskan apa saja yang kami lakukan di IAC. Pertama, sebagaimana kita ingin mengenal seseorang lebih dalam maka kita harus melakukan pendekatan yang lebih intensif, begitu pula dengan Al Quran. Bagaimana kita akan tahu bahwa Al Quran itu begitu indah jika kita tidak tahu sifat-sifat huruf  yang ada di dalamnya? Bagaimana pula kita bisa membaca Al Quran dengan benar kalau kita tidak mengerti  cara pengucapan hurufnya? Nah, maka dari itu langkah awal  kami harus berkenalan dengan ilmu Tajwid sebelum masuk ke dunia tahfizh.

 

Untuk mengenal  tajwid luar dan dalam, kami di karantina sejak tanggal 16 Juli – 9 Agustus. Oleh ustadz, kami diajarkan untuk menghafal matan Ibnu Al Jazari. Tidak hanya itu saja, beliau juga menjelaskan secara mendetail kandungan dari matan tersebut hingga kami paham bagaimana membaca Al Quran dengan baik dan benar. Setiap kali pertemuan sebelum memulai pembahasan yang baru, setiap dari kami mendapat giliran untuk diuji hafalan serta ilmunya dari pembahasan pertama hingga yang terakhir dipelajari. Dari situ dapat terlihat, apakah kami telah benar-benar paham atau belum.

 

Nah, akhirnya, saya sampai juga ke bagian ini, bagian penting yang ingin saya paparkan. Kami sudah melewati hampir setengah perjalanan, maka dari itu tanggal 26 Juli lalu ustadz mengadakan midtest tertulis sebelum kami benar-benar menghadapi ujian akhir di penghujung waktu nanti. Ujian pun dilaksanakan dengan 5 soal yang beranak-pinak dalam durasi 2 jam. Peserta yang ikut ujian 39 orang, 26 laki-laki dan 13 perempuan. Disini tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, semua sama. Sama-sama bersaing untuk menjadi yang terbaik dalam belajar.

 

Hari minggu saat sahur , hasil ujian diumumkan di facebook. Alhamdulillah, saya lulus dengan nilai mumtaz, berada pada peringkat ke-4 dari seluruh peserta dan peringkat ke-2 dari seluruh peserta perempuan, satu tingkat di bawah Muharrikah Romadoniyah. Tentu  ada rasa bahagia hadir dalam hati setelah belajar dan mendapat hasil yang seperti di atas.

 

Tapiiiiiiiiiiiiiiii para sidang pembaca  yang terhormat siang harinya rasa bahagia itu langsung hancur berkeping. Kenapa? Ada apa? Ada badaikah?

 

Begini,

siang harinya kami memulai bab baru tentang Dhad & Zha. Kami memulai membaca matan bersama, kemudian ustadz menunjuk beberapa orang untuk membaca. Dan tibalah giliran saya, sudah saya coba beberapa kali membaca matan tapi saat mengucapkan huruf Zha saya salah, sempat benar dan kemudian salah lagi. Setelah itu, saya benar-benar ingin menangis dan merasa sangat  malu. Bukan malu pada yang lain tapi malu terhadap diri sendiri. Rasanya saya sedang menampar wajah sendiri. Ternyata kualitas mumtaz saya hanya masih sebatas ujian tulisan, belum dalam amalan.

 

Pada masa seperti inilah saya kembali diingatkan oleh Allah, tidak hanya menyangkut ilmu tajwid yang sedang dipelajari juga berbagai ilmu yang sedang  dan telah dituntut. Boleh saja kita pintar dalam berteori dan memiliki ilmu yang mumpuni tapi dengan itu semua belum tentu menunjukan bahwa kita cerdas dalam aksi.

 

Yah, begitulah. Dari hal tersebut saya menyadari betapa pentingnya keseimbangan antara ilmu dan amal. Apalah arti pohon ilmu yang rindang jika tak memberikan buah amal yang manis.

 

Semoga dari cerita di atas, saya dan Anda semua semakin sungguh-sungguh belajar dan beramal tanpa mengenyampingkan salah satu di antara keduanya.

 

Sebelum saya tutup tulisan ini, saya ingin menuliskan apa yang dikatakan Ibnu Al Jazari:

 

“Laisa bainahu wa baina tarkihi

                    Illa Riyadhatu Imri-in bi fakkhi”

 

 

Amal, amal dan amal.

Aksi, aksi, dan aksi.

Praktik, praktik dan praktik.

 

‘Salah untuk mengetahui yang benar, bukan masalah!’

 

Tetap semangat dan istiqamah! Allahu Akbar!

 

Tabba, 1 Agustus 2012, 00.47 CLT